Adab Shalat (bagian 1)

sinchan sholatBagi seorang Muslim Shalat merupakan sebuah ritual ibadah yang sangat mendasar. Merupakan tiang agama yang menentukan kuat atau rapuhnya agama Islam. Dalam agama yang risalahnya dibawa oleh nabi Muhammad ini perintah Shalat bukan hanya sekedar melaksanakan gerakan-gerakan atau hanya sebuah rutinitas yang biasa dilakukan sehari-hari saja, akan tetapi lebih jauh dari itu. Baik tidaknya akhlak seorang muslim bisa di lihat dari kualitas Shalatnya, dengan itu idealnya ada perbedaan kepribadian seseorang yang melakukan Shalat dengan orang yang tidak melakukannya.

            Allah berfirman : “Periharalah semua Shalatmu, dan periharalah Shalat wustha. Berdirilah karena Allah (dalam Shalatmu) dengan Khusu”. (QS. Al-Baqarah:238).

Dalam ayat tersebut Allah berpesan mengenai tiga hal,

1. Perhatikanlah Shalat dalam waktu, tempat, pakaian, arah, peragaan, gerakan, bacaan, berjamaah, hasil atau pengaruh dan juga cara mengajarkan Shalat.

2. Lebih khusus perhatikanlah Shalat Wustho, yaitu Shalat Ashar.

3. Hendaklah melaksanakan Shalat dengan penuh Khusu sesuai dengan yang dicontohkan Nabi, bacaannya dihayati dan diresapi.

Untuk mendekatkan kepada kriteria khusu, maka mutlak setiap muslim harus menguasai arti dan isi kandungan ayat dan do’a yang dibacanya ketika Shalat.

Firman Allah: “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang yang khusu dalam Shalatnya. (QS. Al-mu’minun:1-2).

Selain itu Allah juga memperingatkan ancaman bagi orang-orang yang Shalat: “Maka celakalah bagi orang-orang yang Shalat, yaitu orang-orang yang lalai dalam Shalatnya”. (QS. Al-ma’un 4)

Ayat-ayat diatas menunjukan kepada kita betapa beruntungnya orang yang melaksanakan Shalat dengan khusu. Sebaliknya, betapa binasanya orang yang melaksanakan Shalatnya dalam keadaan Saahun yaitu lalai atau lupa.

Ada 3 kategori lupa dalam Shalat. Pertama, jika lupa dalam Shalat maka dapat diganti dengan sujud sahwi. Kedua, jika lupa belum Shalat maka bisa dipenuhi dengan Shalat ketika waktu ingat. Ketiga, jika kita Shalat tapi lupa kepada janji, pernyataan serta hikmah yang terkandung dalam Shalat maka inilah yang berbahaya. Bisa dipastikan Shalat yang dilakukannya tak akan memberi pengaruh bagi dirinya dan tidak mampu menahan dirinya dari melaksanakan kemaksiatan. Inilah yang tentu harus kita perhatikan dalam setiap melaksanakan Shalat.

Dalam sebuah hadits rasulullah pernah ditanya oleh sahabat “Ayyul A’mali Afdholu? (amal yang manakah yang paling utama?) maka Rasulullah menjawab “Assholaatu Fii Awwali waktihaa” (Shalat diawal waktunya), yaitu Shalat yang dilaksanakan tepat di awal waktunya. Maksudnya Shalat yang dilakukan tepat ketika masuk waktu Shalat tersebut, yaitu Shalat berjamaah yang merupakan jama’ah pertama di masjid dengan dipimpin oleh imam yang pokok. Jika pada jaman Rasul yaitu ketika di imami oleh beliau. Afdhol dalam sisi waktu, jumlah makmum, kekhusuan dan lain-lain.     Dalam hal shalat wajib yang 5 waktu, terdapat pengecualian melaksanakan Shalat di awal waktu, yaitu dalam shalat Isya, Rasulullah memperbolehkan Shalat Isya dilakukan kira-kira satu jam sebelum habis waktu. Walaupun begitu, yang harus digaris bawahi bahwa  Rasul melaksanakannya secara berjamaah (Shalat A’tamah) dengan para sahabat dan tidak melakukannya setiap hari. Seringnya beliau tetap melaksanakan ketika awal waktu masuk Shalat Isya.

Dalam sebuah hadits Rasulullah pernah bersabda, “Shalat 5 waktu Allah telah mewajibkannya, barang siapa yang membaguskan wudhu untuk Shalat pada waktunya serta menyempurnakan rakaat dan kekhusuannya, maka  ia berada pada janji Allah untuk mengampuninya, dan barangsiapa yang tidak mengerjakan maka ia tidak berada dalam janji Allah, jika Allah menghendaki pasti mengampuninya dan jika Allah menghendaki bisa saja menyiksanya”. (HR. Abu Daud 1:100).

Dalam hadits diatas diungkapkan bahwa manusia yang memperhatikan berbagai perkara untuk mencapai kekhusuan dalam Shalat, maka Allah telah berjanji akan memaafkan dan menghapus dosa-dosanya. Sebaliknya jika tidak memperhatikan  perkara-perkara diatas maka terserah Allah dosa kita akan diampuni atau tidak, karena Allah tidak berjanji dalam perkara tersebut.

Kita analogikan, misalkan kita membuat sebuah janji dengan seseorang. Tentu kita ingin kejelasan dalam “janjian” tersebut. Kita akan yakin orang yang membuat janji itu akan memenuhi perjanjian tersebut. Akan berbeda ketika orang yang diajak “janjian” tersebut menjawabnya dengan “kumaha engke” atau jawaban lain yang tak jelas, tentu akan membuat kita bingung dan “menggantung” tak pasti apakah dia akan hadir atau tidak. Apalagi ini janji dari Allah, dzat yang maha sempurna. Dalam hadits diatas Dia telah menjanjikan akan menghapus dosa bagi orang yang menjaga kesempurnaan wudlunya untuk Shalat di awal waktu serta menyempurnakan rakaat dan khusu dalam Shalatnya. Ini merupakan sebuah janji yang pasti, janji dari sang maha penepat janji.

Dalam salah satu riwayat Rasul pernah bertanya kepada para sahabat, “Bagaimana jika di depan rumah kalian terdapat sungai yang bersih dan kalian mandi 5 kali dalam sehari disitu?, para sahabat menjawab, “tentu akan bersih ya Rasul”. Rasulullah kemudian mengungkapkan “begitu juga dengan shalat, ia akan membersihkan dirimu dari dosa”.

Berkaitan dengan hadis di atas, dalam hadits yang lain, Rasul memerintahkan kepada kaum muslimin untuk menyempurnakan wudu sebelum Shalat. Dalam hal ini bukan “lantis” hanya pada anggota wudu saja yang terkena air, tetapi dilebihkan untuk menjaga kesempurnaan. Karena setiap dosa akan terbawa seiring air wudlu yang jatuh mengenai setiap anggota tubuh. Dosa yang dilakukan tangan akan terhapus dengan wudlu ketika mencuci tangan, dosa kaki akan terbawa oleh air wudlu ketika mencuci kaki dan begitu juga dosa-dosa anggota tubuh lainnya.

Kita juga diperintahkan untuk menyempurnakan setiap gerakan Shalat. Salah satunya  menyempurnakan gerakan ruku’. Syari’at dalam setiap gerakan Shalat memiliki berbagai keistimewaan. Dalam Al-Qur’an terdapat ayat “Warkauu maa Rrokiin”. Mengapa Allah melebihkan gerakan bagian ruku’ ini? Pertama karena ruku’ terkadang sering disepelekan oleh kita. Bisa karena tergesa-gesa atau hal lainnya. Kedua, bacaan ruku’ berisi ungkapan untuk mengagungkan Allah. Oleh karena itu bisa dipastikan orang yang gerakan ruku’nya benar, sempurna dan khusu niscaya dia tidak akan menyombongkan diri karena menyadari betapa terbatasnya ia sebagai makhluk Allah.

Untuk mencapai tingkat Shalat yang khusu, dalam setiap bacaan dan gerakan Shalat harus dibarengi dengan hati. Setiap bacaan harus diresapi dan dimengerti agar benar-benar terasa maksud dari bacaan tersebut.

Dari Atha berkata: “Dia (Khusu itu) ialah tidak memainkan sesuatu apapun dari tubuhnya ketika Shalat, dan nabi Saw melihat seseorang memainkan jenggotnya ketika Shalat. Maka Sabdanya: “Kalaulah hati orang ini Khusu pasti anggota badannya-pun akan Khusu”.

Shalat pada intinya yaitu bermunajat (berdialog berduaan) bersama sang Khaliq Allah Swt. Hakikatnya kita sedang berhadapan langsung dengan-Nya. Maka bagaimana mungkin jika seorang muslim tidak Khusu ketika berhadapan langsung dengan Allah?.

–red.

             – Disampaikan dalam Majelis Irtibat Pj. Persis Banjaran Selasa 2 April 2013

3 Comments

  1. Ping balik: Adab Shalat (bagian 1) | menjadi insan muhamadi

Tinggalkan komentar